TEORI
HUKUM
BAB I
Pendahuluan
Ilmu hukum yang suigeneris
Ilmu hukum adalah ilmu yang memiliki kepribadian yang khas (sui generis). Ciri ilmu hukum sebagai sui generis : karakter normatif ilmu hukum, Terminologi ilmu hukum, Jenis ilmu hukum, Lapisan ilmu hukum. Dari sudut kualitas sulit dikelompokkan dalam Ilmu Pengetahuan Alam atau dalam Ilmu Pengetahuan Sosial.
Suatu pengelompokan yang kurang tepat bagi Ilmu Hukum atas karakteristiknya ke dalam Ilmu Pengetahuan Sosial dan yang mempunyai pengaruh di bidang akademis. Gelar yang diberikan pada Strata dua (S2) ternyata mengalami perkembangan. Mulai dari Magister Science (MS), Magister Humaniora (M Hum) terakhir menjadi Magister Hukum (MH),tidak menjamin atau mendomain kepada statusnya gelar legalitasnya.
Ketidakpastian ini menurut Philipus M Hadjon, merupakan salah satu sebab terjadinya berbagai keracuan dalam usaha pengembangan ilmu hukum. Sebagian yuris Indonesia kehilangan kepribadiannya dan konsekuensi selanjutnya ialah pembangunan hukum melalui pembentukan hukum yang tidak ditangani secara profesional. Pendidikan hukum tidak jelas arahnya.
Ilmu hukum adalah ilmu yang memiliki kepribadian yang khas (sui generis). Ciri ilmu hukum sebagai sui generis, adalah :
Tidaklah begitu cukup suatu penelitian hukum hanya melihat adanya perbedaan antara norma dan kenyataan di masyarakat. Di dalam kajian Ilmu Hukum haruslah mementingkan metode penelitian yang berlaku di dalam Ilmu Hukum sendiri.
Kesalahan selanjutnya dapat dikatakan?,”bahwa mereka memaksakan format penelitian ilmu sosial dalam penelitian hukum normative”. Penelitian hukum normatif tidak menggunakan analisis kuantitatif (Statistik), serta merta penelitian hukum dikualifikasikan sebagai penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif ataupun kuantitatif termasuk ke dalam kategori Ilmu aposteriori. Sedangkan Ilmu Hukum merupakan suatu Ilmu apriori. Antara Ilmu apriori maupun aposteriori sama-sama mencari hukum, prinsip, rumusan dalam mengendalikan seluruh detil dan partikular pengetahuan. Disebutkan oleh Muhamad Zainuddin tentang pengertian Ilmu aposteriori adalah rangakaian pengetahuan yang diperoleh dari pengamatan inderawi dan eksperimen. Sedangkan Ilmu apriori : rangakaian pengetahuan yang diperoleh tidak dari pengamatan inderawi dan eksperimen tapi bersumber dari akal sendiri. Penekanan dari perbedaan itu dari sudut pandangnya, bersumber dari panca indera atau bukan. Adapun karakteristik pengetahuan secara umum dikatakan sebagai ilmu apabila memenuhi criteria :
Karakteristik ilmu
Diterima nalar pembaca
logico hypotetico verificative didukung bukti
(tdk selalu yg tampak)
diuji
generalized understanding.
pembaca bisa membayangkan urutan peristiwanya ,
punya makna reproducable
dapat diulang / dilakukan juga di tempat yang lain
theoretical construction
teori : penjelasan hubungan dua konsep/variable/kejadi
cara : deduktif, induktif , dpt didukung comparacy,
analogy, syntesis
information about why and how diskripsi
Skema 1 : Karakteristik ilmu
Bentuk suatu kejanggalan hukum itu dengan secara umumnya ada tiga karakter yaitu adanya kata Tanya dalam rumusan masalah, sumber data, serta populasi. Ketiga kejanggalan itu memaksakan kedalam formatnya konsep penelitian ilmu sosial kedalam penelitian hukum yang normatif.
Kejanggalan pertama yaitu adanya seperti keharusan dengan adanya suatu rumusan masalah kedalam kalimat tanya. Kata-kata bagaimana, seberapa jauh, dan lain-lain, dipaksakan dalam rumusan masalah penelitian hukum normatif. Pertanyaan yang boleh di dalam penelitian hukum adalah pertanyaan yang hanya dapat di jawab “ya” atau “tidak. Apabila pertanyaan dijawab dengan ya maka pertanyaan selanjutnya adalah mengapa Ya . Dengan demikian akan dicari alasannya. Alasan dari jawaban itu harus berpangkal dari ketentuan norma hukum tertentu. Contoh pertanyaan hukum adalah : Apakah pembantu rumah tangga berhak atas ketentuan upah minimum propinsi / kota ? Pertanyaan itu hanya dapat dijawab ya atau tidak tidak mungkin dijawab dengan ya dan tidak. Dalam hal ini asas-asas logika dapat diberlakukan. Hal ini akan dijelaskan dalam Bab-bab selanjutnya.
Kejanggalan kedua yaitu berkaitan dengan adanya bahan-bahan dasar hukum.Bahwa sumber data,dari teknik pengumpulan data dan analisis data. Tanpa disadari walau itu bahwa data tersebut sangat bermakna sangat empiris sekali, sedangkan dalam penelitian hukum normatif tidak mengumpulkan adanya data.
Kejanggalan ketiga yaitu berkaitan dengan Populasi dan sampling.Bahwa seseorang dalam peneliti hukum normatif tidak boleh membatasi kajiannya hanya pada satu undang-undang saja. Dia harus melihat keterlibatan dan keterkaitan undang-undang tersebut dengan perundang-undangan lainnya. Dengan demikian populasi dan sampling tidak dikenal dalam penelitian hukum normatif. Penelusuran penelitian hukum lebih banyak dikenal dengan system penarikan peraturan atau norma-norma hukum secara vertical dan horizontal. Dengan ketentuan yang lebih tinggi atau yang lebih rendah. Supaya memudahkan pemahaman-pemahaman dapat dijelaskan dalam Skema 2 di bawah ini :
Ketentuan hukum yang lebih tinggi
UUD
Kasus yang sedang dihadapi
UU……. Pasal ……. Dari UU No… Tahun….. UU
Ketentuan di bawahnya
Peratuan Pemerintah
Peraturan Presiden
Namun apabila kita melakukan penelitian atau kajian Ilmu Hukum itu maka metode-metode yang dipakai adalah dengan metode-metode penelitian hukum. Ada dua cara pendekatan ialah :
- socio legal jurisprudence
Ilmu hukum empiris
- penelitian kualitatif-kuantitatif
( the gab is described but is rarely explained )
Ilmu normatif
Ilmu hukum normatif
Skema 3 : Pendekatan falsafah ilmu
Dengan kepada pendekatan dari sudut pandang teori hokum itu di bagi atas tiga lapisan utama, yaitu : dogmatik hukum, teori hukum (dalam arti sempit) dan filsafat hukum. Diantara ketiga lapisan ilmu hukum semuanya itu memberikan upaya dukungan pada praktik hukum.Mencakup aspek proses (scientific research), prosedural (scientific method) dan produk (scientific knowledge). Ketiganya sangat membentuk segi tiga konotasi ilmu (the trifold connotation of science). Memang dalam pegelompokan ilmu hukum terdapat bermacam- macam pendapat. membagi ilmu tersebut pada dasarnya ada dua yaitu ilmu formal dan ilmu empiris (Ilmu Positif). Perbedaan ilmu- ilmu Formal dan empiris tampak dalam tabel 4 di bawah ini :
Ilmu-Ilmu Formal
Ilmu-Ilmu Empiris
Hal yang diselidiki
Sistem penalaran dan perhitungan
Gejala Faktual
Pendekatan kebenaran
Formal
Material
Pengetahuan yang dihasilkan
Apriori
Aposteriori
Ilmu yang termasuk kelompok ini
Logika, Matematika dan teori sistem
Ilmu-Ilmu Alam (Naturwissenchsften) dan Ilmu-Ilmu kemanusiaan
( Geites-wissenchsften)
Tabel 4 : Perbedaan lmu Formal dan Empiris.
Menurut?, Ilmu Hukum pada hakikatnya adalah sebuah seni praktis yang berasal dari atas keperluan kongkrit untuk mengadili (seni kehakiman). Terhadap terjemahan dari pendapat ini seharusnya “ars”tidak diartikan sebagai seni kehakiman tetapi sebagai kemampuan berkeahlian hukum di bidang kehakiman. Ilmu Praktis merupakan lawan dari ilmu teoritis. Perbedaan antara ilmu- ilmu teoritis dengan ilmu-ilmu praktis dapat digambarkan didalam tabel 5 di bawah ini :
Ilmu-Ilmu Teoritis
Ilmu-Ilmu Praktis
Nomologis
Normologis
Dalil logika
Bisa kausalitas /imputasi
Kausalitas
imputasi
Contoh ilmu yang termasuk kelompok ini
Ilmu- Ilmu formal dan ilmu-ilmu empiris
Ilmu kedokteran, Ilmu Tekhnik, Ilmu Managemen, Ilmu Komunikasi, Palemologi.
Otoritatif : ilmu Hukum
Non otoritatif : Etika Pedagogi
Tujuan
Sekedar menambah pengetahuan
Menawarkan penyelesaian atas suatu yang problema konkret
Penggunaan produknya
Produknya tidak digunakan sendiri untuk memecahkan problema konkret ( diserahkan kepada ilmu lain untuk menggunakannya)
Produknya merupakan tawaran penyelesaian langsung atas suatu problem konkret.
Kerjasama dengan ilmu lain
Cenderung tidak dilakukan (monodisipliner)
Menjadi keharusan (multidisipliner)
Kandungan seni
Tidak mengandung sifat seni (ars)
Mengandung sifat seni (ars).
Tabel 5 : Perbedaan ilmu- ilmu teoritis dengan ilmu-ilmu praktis
Dari tabel 8 di atas,maka posisi Ilmu Hukum itu tampaknya memang merupakan bagian dari ilmu praktis yang sangat normologis. Pendapat itu kurang tepat sekali entang.Ilmu hukum mempunyai 3 lapisan , jika disandingkan atau dalam tataran dogmaticnya hukum dapatlah bisa dikatakan bahwa ilmu hukum itu termasuk ilmu yang sangat praktis, karenanya itu bertujuan untuk problem solving . Tetapi dalam tataran teori hukum ilmu hukum tidak masuk ilmu normatif. Dalam tataran filsafat, ilmu hukum dipertanyakan masuk atau tidak apa karena filsafat bukan ilmu, tetapi filsafat adalah induk dari ilmu.
Apabila kita berbicara mengenai terminology ilmu hukum maka kita akan menelursuri kembali asal kata dari suatu istilah. Dalam bahasa Belanda, Jerman dan bahasa Inggris digunakan istilah berikut :
- Rechtswetenschap (Belanda)
- Rechtstheorie (Belanda)
- Jurisprudence (Inggris)
- Legal science (Inggris)
- Jurisprudenz (Jerman)
Untuk dapat memudahkan pendapat dan pemahaman mengenai Rechtswetenschap dapat dilihat skema 6 di bawah ini :
Dalam arti sempit
Rechtswetenschap
de rechtsleer/ ajaran hukum
Dogmatik hukum
tdk bebas nilai ttp sarat nilai
isinya deskripsi hukum positif & sistematika hukum positif
Dalam arti luas
Dogmatik Hukum, Teori Hukum, Filsafat Hukum
Skema 6 : Rechtswetenschap.
Dalam arti sempit
terletak antara FH dan DH :
Ilmu eksplanasi hk
Ilmu hukum :ilmu interdisipliner
Rechtstheorie
Dalam arti luas
Dogmatik Hukum,Teori Hukum, Filsafat Hukum
Skema 7 : Rechtstheorie
Istilahnya dalam bahasa Inggris mengenai jurisprudence, legal science, dan legal philosophy mempunyai makna yang berbeda dengan istilah-istilah Belanda Jurisprudence merupakan suatu disiplin yang bersifat suigeneris. Menurut Peter Mahmud Marzuki, kajian tersebut tidak termasuk ke dalam bilangan kajian yang bersifat empiric maupun evaluatif. Jurisprudence bukanlah semata-mata studi tentang hukum, melainkan lebih dari itu yaitu studi tentang sesuatu mengenai hukum.
Jurisprudence, Legal science, dan Legal philosophy
Menjawab secara umum tentang :
Skema 8 : Jurisprudence, Legal science, dan Legal philosophy
Untuk memudahkan memahami perbedaan sudut pandang yang luas terhadap kajian ilmu hukum dengan kajian ilmu yang berkenaan dengan hukum dapat digambarkan dalam Skema di bawah ini :
Kajian ilmu hukum
mempelajari substansi hukum
memandang hukum dari dalam
konsep hukum,
kaidah-kaidah hukum,
struktur hukum
fungsi hukum.
mempelajari factor- factor eksternal
faktor-faktor social,
faktor-faktor politik,
faktor-faktor budaya,
faktor-faktor ekonomi
dan lain-lain
Kajian ilmu yang berkenaan dengan hukum
memandang hukum dari luar
menempatkan hukum sebagai gejala sosial
Skema 9 : Perbedaan sudut pandang kajian ilmu hukum dengan kajian ilmu yang berkenaan dengan hukum
Ilmu Hukum dibedakan menjadi Ilmu hukum normatif obyeknya norma dengan Ilmu hukum empiris yang terdiri dari factual patterns of behavior, Sociological jurisprudence dan Socio – legal studies.
Tahapan Ilmu hukum empiris di atas, untuk memudahkan pemahaman perbedaaan antara ketiganya, dapat digambarkan dalam skema 13, di bawah ini, yaitu :
Factual patterns of behavior
Perilaku hakim dalam kasus hak reproduksi
Ilmu hukum empiris
Sociological jurisprudence
the gab : law in action- law in book
Socio legal studies
hub timbal balik antara hukum & masyarakat
( hukum berpengaruh / tidak)
Skema 10 : Perbedaaan tahapan Ilmu hukum empiris.
J.J.H Bruggink menggambarkan perbedaan antara ilmu hukum empiris dengan ilmu hukum normatif sebagai berikut :
Pandangan positivistic :
ilmu hukum empirik
Pandangan normatif :
Ilmu hukum normatif
Hubungan dasar
Subyek – obyek
Subyek – subyek
Sikap ilmuwan
Penonton (toeschouwer)
Partisipan (doelnemer)
PERSPEKTIF
EKSTERN
INTERN
Teori kebenaran
Korespondensi
Pragmatik
Proposisi
Hanya informative atau empiris
Normatif dan evaluatif
Metode
Hanya metode yang bisa diamati panca indra
Juga metode lain
Moral
Non kognitif
Kognitif
Hubungan antara moral dan hukum
Pemisahan tegas
Tidak ada pemisahan
Ilmu
Hanya sosiologi hukum empiris dan teori hukum empiris
Ilmu hukum dalam arti luas
Skema 11 : perbedaan antara ilmu hukum empiris dengan ilmu hukum normatif
Tentang penggunaan teori kebenaran dari ilmu hukum yang pragmatis, ternyata masih belum ada kesepakatan diantara ahli hukum. Masih ada perdebatan tentang penggunaan teori kebenaran yang dipakai dasar, antara koherensi dengan pragmatis. Mereka berpendapat, apabila suatu aturan hukum dibuat dengan hanya mendasarkan teori kebenaran yang pragmatis, akan mengakibatkan timbulnya kesesatan. Sebagai contoh pada wakil rakyat kita yang duduk di DPR, apabila mereka akan menggunakan dasar kebenaran pragmatis dengan menekankan hanya pada konsensus di antara anggota DPR tanpa memperhatikan konsep dan teori hukum akibatnya produk hukum jauh dari rasa keaadilan. Hal ini mengingat suara wakil rakyat kita yang duduk di DPR hanya menyarakan suara Partai atau ada kepentingan di balik itu. Tetap kebenaran yang dipakai adalah koherensi. Prinsip teori kebenaran koherensi adalah dikatakan benar apabila sesuai dengan yang seharusnya.
Skema 12 : Lapisan ilmu hukum
Hubungan antara filsafat hukum, teori hukum dan dogmatik hukum. menunjukkan bahwa hukum positif didukung oleh ilmu hukum positif, teori hukum dan filsafat hukum. Hal ini dapat digambarkan dalam skema 16.
Grodbegrippen, reflektif, spekulatif
meta - teori meta – teori
Teori Hukum
Algemene begrippen, analitis, normatif-empiris
Sebagai jembatan dari algemene rechtsleer
Isi : asas hukum dari sistem hukum
technischjuridisch begrippen, tekhnis yuridis, normatif
teori teori teori
Hukum Positif
ARS
Pembentukan hukum Penerapan hukum
interpretasi, kekosongan hukum, antinomi, norma kabur
Legal problem solving
Skema13 Hubungan antara filsafat hukum, teori hukum dan dogmatik hukum
Menurut Philipus M Hadjon, dogmatic hukum (ilmu hukum positif) adalah ilmu hukum praktis. Fungsi ilmu praktis adalah problem solving. Dengan demikian, dogmatic hukum sebagai ilmu hukum praktis tujuannya adalah legal problem solving. Untuk tujuan tersebut dibutuhkan ars, yang merupakan ketrampilan ilmiah. Ars itu dibutuhkan para yuris untuk menyusun legal opinion sebagai output dari langkah legal problem solving. Ars yang dimaksud adalah legal reasoning atau legal argumentation, yang hakekatnya adalah giving reason. Giving reason dapat dilakukan dengan melalui tahap pembentukan hukum positf atau penerapan hukum positif. Pada pembentukan hukum pada dasarnya dilakukan apabila norma hukum positif belum ada. Pada penerapan hukum dilakukan apabila noema hukum positif sudah ada untuk diterapkan pada suatu kasus yang ada tetapi masih memerlukan interpretasi, kekosongan hukum, antinomi, norma kabur.
Pendahuluan
Ilmu hukum yang suigeneris
Ilmu hukum adalah ilmu yang memiliki kepribadian yang khas (sui generis). Ciri ilmu hukum sebagai sui generis : karakter normatif ilmu hukum, Terminologi ilmu hukum, Jenis ilmu hukum, Lapisan ilmu hukum. Dari sudut kualitas sulit dikelompokkan dalam Ilmu Pengetahuan Alam atau dalam Ilmu Pengetahuan Sosial.
Suatu pengelompokan yang kurang tepat bagi Ilmu Hukum atas karakteristiknya ke dalam Ilmu Pengetahuan Sosial dan yang mempunyai pengaruh di bidang akademis. Gelar yang diberikan pada Strata dua (S2) ternyata mengalami perkembangan. Mulai dari Magister Science (MS), Magister Humaniora (M Hum) terakhir menjadi Magister Hukum (MH),tidak menjamin atau mendomain kepada statusnya gelar legalitasnya.
Ketidakpastian ini menurut Philipus M Hadjon, merupakan salah satu sebab terjadinya berbagai keracuan dalam usaha pengembangan ilmu hukum. Sebagian yuris Indonesia kehilangan kepribadiannya dan konsekuensi selanjutnya ialah pembangunan hukum melalui pembentukan hukum yang tidak ditangani secara profesional. Pendidikan hukum tidak jelas arahnya.
Ilmu hukum adalah ilmu yang memiliki kepribadian yang khas (sui generis). Ciri ilmu hukum sebagai sui generis, adalah :
- Karakter normatif ilmu hukum
- Terminologi ilmu hukum
- Jenis ilmu hukum
- Lapisan ilmu hukum
- Karakter normatif Ilmu Hukum
Tidaklah begitu cukup suatu penelitian hukum hanya melihat adanya perbedaan antara norma dan kenyataan di masyarakat. Di dalam kajian Ilmu Hukum haruslah mementingkan metode penelitian yang berlaku di dalam Ilmu Hukum sendiri.
Kesalahan selanjutnya dapat dikatakan?,”bahwa mereka memaksakan format penelitian ilmu sosial dalam penelitian hukum normative”. Penelitian hukum normatif tidak menggunakan analisis kuantitatif (Statistik), serta merta penelitian hukum dikualifikasikan sebagai penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif ataupun kuantitatif termasuk ke dalam kategori Ilmu aposteriori. Sedangkan Ilmu Hukum merupakan suatu Ilmu apriori. Antara Ilmu apriori maupun aposteriori sama-sama mencari hukum, prinsip, rumusan dalam mengendalikan seluruh detil dan partikular pengetahuan. Disebutkan oleh Muhamad Zainuddin tentang pengertian Ilmu aposteriori adalah rangakaian pengetahuan yang diperoleh dari pengamatan inderawi dan eksperimen. Sedangkan Ilmu apriori : rangakaian pengetahuan yang diperoleh tidak dari pengamatan inderawi dan eksperimen tapi bersumber dari akal sendiri. Penekanan dari perbedaan itu dari sudut pandangnya, bersumber dari panca indera atau bukan. Adapun karakteristik pengetahuan secara umum dikatakan sebagai ilmu apabila memenuhi criteria :
- 1. logico hipotetico verificative
- 2. generalized understanding.
- 3. theoretical construction
- 4. information about why and how (something behind).
Karakteristik ilmu
Diterima nalar pembaca
logico hypotetico verificative didukung bukti
(tdk selalu yg tampak)
diuji
generalized understanding.
pembaca bisa membayangkan urutan peristiwanya ,
punya makna reproducable
dapat diulang / dilakukan juga di tempat yang lain
theoretical construction
teori : penjelasan hubungan dua konsep/variable/kejadi
cara : deduktif, induktif , dpt didukung comparacy,
analogy, syntesis
information about why and how diskripsi
Skema 1 : Karakteristik ilmu
Bentuk suatu kejanggalan hukum itu dengan secara umumnya ada tiga karakter yaitu adanya kata Tanya dalam rumusan masalah, sumber data, serta populasi. Ketiga kejanggalan itu memaksakan kedalam formatnya konsep penelitian ilmu sosial kedalam penelitian hukum yang normatif.
Kejanggalan pertama yaitu adanya seperti keharusan dengan adanya suatu rumusan masalah kedalam kalimat tanya. Kata-kata bagaimana, seberapa jauh, dan lain-lain, dipaksakan dalam rumusan masalah penelitian hukum normatif. Pertanyaan yang boleh di dalam penelitian hukum adalah pertanyaan yang hanya dapat di jawab “ya” atau “tidak. Apabila pertanyaan dijawab dengan ya maka pertanyaan selanjutnya adalah mengapa Ya . Dengan demikian akan dicari alasannya. Alasan dari jawaban itu harus berpangkal dari ketentuan norma hukum tertentu. Contoh pertanyaan hukum adalah : Apakah pembantu rumah tangga berhak atas ketentuan upah minimum propinsi / kota ? Pertanyaan itu hanya dapat dijawab ya atau tidak tidak mungkin dijawab dengan ya dan tidak. Dalam hal ini asas-asas logika dapat diberlakukan. Hal ini akan dijelaskan dalam Bab-bab selanjutnya.
Kejanggalan kedua yaitu berkaitan dengan adanya bahan-bahan dasar hukum.Bahwa sumber data,dari teknik pengumpulan data dan analisis data. Tanpa disadari walau itu bahwa data tersebut sangat bermakna sangat empiris sekali, sedangkan dalam penelitian hukum normatif tidak mengumpulkan adanya data.
Kejanggalan ketiga yaitu berkaitan dengan Populasi dan sampling.Bahwa seseorang dalam peneliti hukum normatif tidak boleh membatasi kajiannya hanya pada satu undang-undang saja. Dia harus melihat keterlibatan dan keterkaitan undang-undang tersebut dengan perundang-undangan lainnya. Dengan demikian populasi dan sampling tidak dikenal dalam penelitian hukum normatif. Penelusuran penelitian hukum lebih banyak dikenal dengan system penarikan peraturan atau norma-norma hukum secara vertical dan horizontal. Dengan ketentuan yang lebih tinggi atau yang lebih rendah. Supaya memudahkan pemahaman-pemahaman dapat dijelaskan dalam Skema 2 di bawah ini :
Ketentuan hukum yang lebih tinggi
UUD
Kasus yang sedang dihadapi
UU……. Pasal ……. Dari UU No… Tahun….. UU
Ketentuan di bawahnya
Peratuan Pemerintah
Peraturan Presiden
- Hukum kebiasaan
- Yurisprudensi
- Traktat / perjanjian
- Doktrin
Namun apabila kita melakukan penelitian atau kajian Ilmu Hukum itu maka metode-metode yang dipakai adalah dengan metode-metode penelitian hukum. Ada dua cara pendekatan ialah :
- Pendekatan dari sudut falfasah ilmu,dan
- Pendekatan dari sudut pandang teori hukum.
- Pandangan positivistis ….Ilmu empiris
- socio legal jurisprudence
Ilmu hukum empiris
- penelitian kualitatif-kuantitatif
( the gab is described but is rarely explained )
- Pandangan normatif
Ilmu normatif
Ilmu hukum normatif
Skema 3 : Pendekatan falsafah ilmu
Dengan kepada pendekatan dari sudut pandang teori hokum itu di bagi atas tiga lapisan utama, yaitu : dogmatik hukum, teori hukum (dalam arti sempit) dan filsafat hukum. Diantara ketiga lapisan ilmu hukum semuanya itu memberikan upaya dukungan pada praktik hukum.Mencakup aspek proses (scientific research), prosedural (scientific method) dan produk (scientific knowledge). Ketiganya sangat membentuk segi tiga konotasi ilmu (the trifold connotation of science). Memang dalam pegelompokan ilmu hukum terdapat bermacam- macam pendapat. membagi ilmu tersebut pada dasarnya ada dua yaitu ilmu formal dan ilmu empiris (Ilmu Positif). Perbedaan ilmu- ilmu Formal dan empiris tampak dalam tabel 4 di bawah ini :
Ilmu-Ilmu Formal
Ilmu-Ilmu Empiris
Hal yang diselidiki
Sistem penalaran dan perhitungan
Gejala Faktual
Pendekatan kebenaran
Formal
Material
Pengetahuan yang dihasilkan
Apriori
Aposteriori
Ilmu yang termasuk kelompok ini
Logika, Matematika dan teori sistem
Ilmu-Ilmu Alam (Naturwissenchsften) dan Ilmu-Ilmu kemanusiaan
( Geites-wissenchsften)
Tabel 4 : Perbedaan lmu Formal dan Empiris.
Menurut?, Ilmu Hukum pada hakikatnya adalah sebuah seni praktis yang berasal dari atas keperluan kongkrit untuk mengadili (seni kehakiman). Terhadap terjemahan dari pendapat ini seharusnya “ars”tidak diartikan sebagai seni kehakiman tetapi sebagai kemampuan berkeahlian hukum di bidang kehakiman. Ilmu Praktis merupakan lawan dari ilmu teoritis. Perbedaan antara ilmu- ilmu teoritis dengan ilmu-ilmu praktis dapat digambarkan didalam tabel 5 di bawah ini :
Ilmu-Ilmu Teoritis
Ilmu-Ilmu Praktis
Nomologis
Normologis
Dalil logika
Bisa kausalitas /imputasi
Kausalitas
imputasi
Contoh ilmu yang termasuk kelompok ini
Ilmu- Ilmu formal dan ilmu-ilmu empiris
Ilmu kedokteran, Ilmu Tekhnik, Ilmu Managemen, Ilmu Komunikasi, Palemologi.
Otoritatif : ilmu Hukum
Non otoritatif : Etika Pedagogi
Tujuan
Sekedar menambah pengetahuan
Menawarkan penyelesaian atas suatu yang problema konkret
Penggunaan produknya
Produknya tidak digunakan sendiri untuk memecahkan problema konkret ( diserahkan kepada ilmu lain untuk menggunakannya)
Produknya merupakan tawaran penyelesaian langsung atas suatu problem konkret.
Kerjasama dengan ilmu lain
Cenderung tidak dilakukan (monodisipliner)
Menjadi keharusan (multidisipliner)
Kandungan seni
Tidak mengandung sifat seni (ars)
Mengandung sifat seni (ars).
Tabel 5 : Perbedaan ilmu- ilmu teoritis dengan ilmu-ilmu praktis
Dari tabel 8 di atas,maka posisi Ilmu Hukum itu tampaknya memang merupakan bagian dari ilmu praktis yang sangat normologis. Pendapat itu kurang tepat sekali entang.Ilmu hukum mempunyai 3 lapisan , jika disandingkan atau dalam tataran dogmaticnya hukum dapatlah bisa dikatakan bahwa ilmu hukum itu termasuk ilmu yang sangat praktis, karenanya itu bertujuan untuk problem solving . Tetapi dalam tataran teori hukum ilmu hukum tidak masuk ilmu normatif. Dalam tataran filsafat, ilmu hukum dipertanyakan masuk atau tidak apa karena filsafat bukan ilmu, tetapi filsafat adalah induk dari ilmu.
- 1. Terminologi Ilmu Hukum
Apabila kita berbicara mengenai terminology ilmu hukum maka kita akan menelursuri kembali asal kata dari suatu istilah. Dalam bahasa Belanda, Jerman dan bahasa Inggris digunakan istilah berikut :
- Rechtswetenschap (Belanda)
- Rechtstheorie (Belanda)
- Jurisprudence (Inggris)
- Legal science (Inggris)
- Jurisprudenz (Jerman)
Untuk dapat memudahkan pendapat dan pemahaman mengenai Rechtswetenschap dapat dilihat skema 6 di bawah ini :
Dalam arti sempit
Rechtswetenschap
de rechtsleer/ ajaran hukum
Dogmatik hukum
tdk bebas nilai ttp sarat nilai
isinya deskripsi hukum positif & sistematika hukum positif
Dalam arti luas
Dogmatik Hukum, Teori Hukum, Filsafat Hukum
Skema 6 : Rechtswetenschap.
Dalam arti sempit
terletak antara FH dan DH :
Ilmu eksplanasi hk
Ilmu hukum :ilmu interdisipliner
Rechtstheorie
Dalam arti luas
Dogmatik Hukum,Teori Hukum, Filsafat Hukum
Skema 7 : Rechtstheorie
Istilahnya dalam bahasa Inggris mengenai jurisprudence, legal science, dan legal philosophy mempunyai makna yang berbeda dengan istilah-istilah Belanda Jurisprudence merupakan suatu disiplin yang bersifat suigeneris. Menurut Peter Mahmud Marzuki, kajian tersebut tidak termasuk ke dalam bilangan kajian yang bersifat empiric maupun evaluatif. Jurisprudence bukanlah semata-mata studi tentang hukum, melainkan lebih dari itu yaitu studi tentang sesuatu mengenai hukum.
Jurisprudence, Legal science, dan Legal philosophy
Menjawab secara umum tentang :
- Hakekat hukum & sitem hukum
- Hubungan hukum dengan keadilan & moral
- Social nature of law (esensi sosial dari hukum , hukum memberikan dasar dasar pengaturan pada masyarakat )
Skema 8 : Jurisprudence, Legal science, dan Legal philosophy
Untuk memudahkan memahami perbedaan sudut pandang yang luas terhadap kajian ilmu hukum dengan kajian ilmu yang berkenaan dengan hukum dapat digambarkan dalam Skema di bawah ini :
Kajian ilmu hukum
mempelajari substansi hukum
memandang hukum dari dalam
konsep hukum,
kaidah-kaidah hukum,
struktur hukum
fungsi hukum.
mempelajari factor- factor eksternal
faktor-faktor social,
faktor-faktor politik,
faktor-faktor budaya,
faktor-faktor ekonomi
dan lain-lain
Kajian ilmu yang berkenaan dengan hukum
memandang hukum dari luar
menempatkan hukum sebagai gejala sosial
Skema 9 : Perbedaan sudut pandang kajian ilmu hukum dengan kajian ilmu yang berkenaan dengan hukum
- Jenis Ilmu Hukum
Ilmu Hukum dibedakan menjadi Ilmu hukum normatif obyeknya norma dengan Ilmu hukum empiris yang terdiri dari factual patterns of behavior, Sociological jurisprudence dan Socio – legal studies.
Tahapan Ilmu hukum empiris di atas, untuk memudahkan pemahaman perbedaaan antara ketiganya, dapat digambarkan dalam skema 13, di bawah ini, yaitu :
Factual patterns of behavior
Perilaku hakim dalam kasus hak reproduksi
Ilmu hukum empiris
Sociological jurisprudence
the gab : law in action- law in book
Socio legal studies
hub timbal balik antara hukum & masyarakat
( hukum berpengaruh / tidak)
Skema 10 : Perbedaaan tahapan Ilmu hukum empiris.
J.J.H Bruggink menggambarkan perbedaan antara ilmu hukum empiris dengan ilmu hukum normatif sebagai berikut :
Pandangan positivistic :
ilmu hukum empirik
Pandangan normatif :
Ilmu hukum normatif
Hubungan dasar
Subyek – obyek
Subyek – subyek
Sikap ilmuwan
Penonton (toeschouwer)
Partisipan (doelnemer)
PERSPEKTIF
EKSTERN
INTERN
Teori kebenaran
Korespondensi
Pragmatik
Proposisi
Hanya informative atau empiris
Normatif dan evaluatif
Metode
Hanya metode yang bisa diamati panca indra
Juga metode lain
Moral
Non kognitif
Kognitif
Hubungan antara moral dan hukum
Pemisahan tegas
Tidak ada pemisahan
Ilmu
Hanya sosiologi hukum empiris dan teori hukum empiris
Ilmu hukum dalam arti luas
Skema 11 : perbedaan antara ilmu hukum empiris dengan ilmu hukum normatif
Tentang penggunaan teori kebenaran dari ilmu hukum yang pragmatis, ternyata masih belum ada kesepakatan diantara ahli hukum. Masih ada perdebatan tentang penggunaan teori kebenaran yang dipakai dasar, antara koherensi dengan pragmatis. Mereka berpendapat, apabila suatu aturan hukum dibuat dengan hanya mendasarkan teori kebenaran yang pragmatis, akan mengakibatkan timbulnya kesesatan. Sebagai contoh pada wakil rakyat kita yang duduk di DPR, apabila mereka akan menggunakan dasar kebenaran pragmatis dengan menekankan hanya pada konsensus di antara anggota DPR tanpa memperhatikan konsep dan teori hukum akibatnya produk hukum jauh dari rasa keaadilan. Hal ini mengingat suara wakil rakyat kita yang duduk di DPR hanya menyarakan suara Partai atau ada kepentingan di balik itu. Tetap kebenaran yang dipakai adalah koherensi. Prinsip teori kebenaran koherensi adalah dikatakan benar apabila sesuai dengan yang seharusnya.
- Lapisan Ilmu Hukum
Skema 12 : Lapisan ilmu hukum
Hubungan antara filsafat hukum, teori hukum dan dogmatik hukum. menunjukkan bahwa hukum positif didukung oleh ilmu hukum positif, teori hukum dan filsafat hukum. Hal ini dapat digambarkan dalam skema 16.
Grodbegrippen, reflektif, spekulatif
meta - teori meta – teori
Teori Hukum
Algemene begrippen, analitis, normatif-empiris
Sebagai jembatan dari algemene rechtsleer
Isi : asas hukum dari sistem hukum
technischjuridisch begrippen, tekhnis yuridis, normatif
teori teori teori
Hukum Positif
ARS
Pembentukan hukum Penerapan hukum
interpretasi, kekosongan hukum, antinomi, norma kabur
Legal problem solving
Skema13 Hubungan antara filsafat hukum, teori hukum dan dogmatik hukum
Menurut Philipus M Hadjon, dogmatic hukum (ilmu hukum positif) adalah ilmu hukum praktis. Fungsi ilmu praktis adalah problem solving. Dengan demikian, dogmatic hukum sebagai ilmu hukum praktis tujuannya adalah legal problem solving. Untuk tujuan tersebut dibutuhkan ars, yang merupakan ketrampilan ilmiah. Ars itu dibutuhkan para yuris untuk menyusun legal opinion sebagai output dari langkah legal problem solving. Ars yang dimaksud adalah legal reasoning atau legal argumentation, yang hakekatnya adalah giving reason. Giving reason dapat dilakukan dengan melalui tahap pembentukan hukum positf atau penerapan hukum positif. Pada pembentukan hukum pada dasarnya dilakukan apabila norma hukum positif belum ada. Pada penerapan hukum dilakukan apabila noema hukum positif sudah ada untuk diterapkan pada suatu kasus yang ada tetapi masih memerlukan interpretasi, kekosongan hukum, antinomi, norma kabur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar